SlideShow

0

Akulturasi dan Internakulturasi

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Sebagai contoh, masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan setempat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi akulturasi
Terjadinya akulturasi adalah perubahan sosial budaya dan struktur sosial serta pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.

Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan akulturasi dapat terjadi, yaitu:

Faktor Intern :

1. Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)

2. Adanya penemuan baru. Discovery — penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada. Invention — penyempurnaan penemuan baru. Innovation — pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.

3. Konflik yang terjadi dalam masyarakat.

4. Pemberontakan atau revolusi


Faktor Ekstern
:

1. Perubahan alam

2. Peperangan

3. Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi (pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).


Sedangkan menurut Fred E. Jandt mengartikan interkultural sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
William J. Sartosa juga menambahkan bahwa interkultural adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.

Jadi, Akulturasi dan Relasi Interkultural terdapat hubungan atau relasi antara akulturasi dengan interkultural. Ada pun salah satunya akulturasi dapat terwujud dengan adanya peran dari intercultural yaitu proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari proses komunikasi budaya yang berbeda tersebut secara langsung ataupun tidak langsung tercipta akulturasi yaitu Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Singkatnyanya dari komunikasi berbeda budaya menghasilkan perpaduan budaya yang berbeda juga namun tanpa menghilangkan unsur kebudayaan kelompok masing-masing.
0

Akulturasi Psikologis

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Perkembangan penting dari studi tentang akulturasi didapat dari Graves (1967), yang membedakan akulturasi antara tingkat individu dan pada tingkat kelompok. Dia merujuk akulturasi psikologis (psychological acculturation) mengindikasikan perubahan yang dialami pada tingkat individu, dan perilaku serta identitas sebagai hal yang dihubungkan dalam perubahan sosial pada tingkat kelompok (dalam Berry dkk, 1996; 1999). Pada tingkat individu, semua aspek perilaku yang ada dalam individu akan dirujuk sebagai perilaku yang akan berubah, yang akan menjadi dua komponen perilaku dalam strategi akulturasi individu tersebut (Berry dkk., 1999), yaitu melindungi kebudayaan dan mempelajari kebudayaan. Kedua komponen tersebut jarang dapat dilakukan dengan sempurna dalam satu kegiatan, tetapi lebih sering keduanya dilakukan secara selektif, yang akan menghasilkan dua sikap, mempertahankan atau berubah.

Akulturasi psikologis dalam matriks akulturasi menurut John Berry adalah ketika individu yang masing-masing memiliki perbedaan latar belakang budaya dihadapkan pada fenomena perubahan budaya dalam kelompoknya maka individu melakukan akulturasi psikologis sebagai upaya mempertahankan identitas budayanya. Akulturasi psikologis (psychological acculturation) mengindikasikan perubahan yang dialami pada tingkat individu, dan perilaku serta identitas sebagai hal yang dihubungkan dalam perubahan sosial pada tingkat kelompok. Pada tingkat individu, semua aspek perilaku yang ada dalam individu akan dirujuk sebagai perilaku yang akan berubah, yang akan menjadi dua komponen perilaku dalam strategi akulturasi individu tersebut yaitu melindungi kebudayaan dan mempelajari kebudayaan. Tapi ketika keduanya tidak dapat dijalani dengan sempurna maka terdapat dua pilihan yaitu untuk mempertahankan atau berubah sesuai kebudayaan yang dianggap lebih dominan.


Secara psikologis, dampak dari akulturasi adalah stress pada individu-individu yang berinteraksi dalam pertemuan-pertemuan kultur tersebut. Fenomena ini diistilahkan dengan kejutan budaya (culture shock). Culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial (Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 335) Pembahasan tentang masalah culture shock juga perlu memahami tentang perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dan seseorang yang memutuskan untuk tinggal secara permanen (settlers). Ada perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dengan orang yang mengambil tempat tinggal tetap, misalnya di suatu negara (settler). Seperti yang dikatakan oleh Bochner (dalam Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 334), perhatian mereka terhadap pengalaman kontak dengan budaya lain berbeda, maka reaksi mereka pun berbeda.
Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Rekasi-reaksi yang mungkin terjadi, antara lain:
1. antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.
2. rasa kehilangan arah
3. rasa penolakan
4. gangguan lambung dan sakit kepala
5. homesick / rindu pada rumah/ lingkungan lama
6. rindu pada teman dan keluarga
7. merasa kehilangan status dan pengaruh
8. menarik diri
9. menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka (Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 335)
 
Sumber :