A. Latar Belakang
Rational Emotive
Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada
tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi
Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo
Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi
mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan
secara teoritis.
Konsep ini merupakan
sebuah aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar pada
filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche,
Buber, Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian dilanjutkan
dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan Psikoterapi,
yang lebih dikenal sebagai Psikologi Humanistik.
Dalam konsep tersebut manusia adalah subjek
yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya.
Manusia adalah makhluk yang berbuat dan berkembang dan merupakan
individu dalam satu kesatuan yang berarti; manusia bebas, berpikir,
beernafsu, dan berkehendak.
B. Pengertian Rational Emotive Therapy
Rational Emotive Therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk
berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan –kecenderungan
untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung
dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia
juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri,
menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang
tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri
serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun
berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang
disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
C. Teori Rational Emotive Therapy
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
D. Tujuan Konseling Rational Emotive Therapy
1. Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan
yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan
sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan
afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
E. Proses Konseling
# Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
# Tugas konselor menunjukkan bahwa masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional serta usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi
tugas konselor :
(a) lebih edukatif-direktif kepada
klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada
tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung;
(b) menggunakan pendekatan yang
dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian
memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan
berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan
emosional pada klien;
(c) mendorong klien menggunakan
kemampuan rasional dari pada emosinya;
(d) menggunakan pendekatan didaktif
dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan
berpikir secara irasional.
Karakteristik
Proses Konseling Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial,
artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari
klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial,
artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada
aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional,
sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari
gangguan tersebut.
4. Behavioristik,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
Pendekatan
konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif,
afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik
dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a.
Assertive adaptive
Teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b.
Bermain peran
Teknik
untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c.
Imitasi
Teknik
untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan
maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
a.
Reinforcement
Teknik
untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan
jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini
dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada
klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan
reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai
yang diharapkan kepadanya.
b.
Social modeling
Teknik
untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan
agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara
imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah
tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
a.
Home work assigments,
Teknik
yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan
diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah
laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional
dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan
tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan
home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu
pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan
mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi
ketergantungannya kepada konselor.
b.
Latihan assertive
Teknik
untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku
tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru
model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
(a)
mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan
emosinya;
(b)
membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa
menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c)
mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d)
meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang
cocok untuk diri sendiri.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar